AnakStartup.id – Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memerintahkan ByteDance, perusahaan induk TikTok, untuk melepas kepemilikan aplikasi media sosial populer tersebut dalam jangka waktu enam bulan. Namun, proses penjualan ini diperkirakan akan menghadapi tantangan yang kompleks dan sulit.
Jika ByteDance tidak mematuhi perintah ini, maka layanan video pendek TikTok berpotensi diblokir di wilayah AS.
Menurut perkiraan seorang analis keuangan, TikTok kemungkinan akan terjual dengan harga sekitar $100 miliar (Rp1.574 triliun).
Angka ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan pendapatan TikTok di AS tahun lalu, yang mencapai $16 miliar (Rp251 triliun).
Media Financial Times bahkan menilai bahwa pendapatan tersebut seharusnya memberikan valuasi perusahaan lebih tinggi, yaitu minimal $150 miliar (Rp2.360 triliun).
Meskipun demikian, rancangan undang-undang tentang penjualan TikTok ini diprediksi akan menghadapi banyak kendala.
Baca juga: 13 Cara Dapat Uang dari Bisnis Online Tanpa Modal, Pelajari Disini Mulai Sekarang!
Salah satunya adalah kemungkinan perlawanan dari pemerintah China di bawah kepemimpinan Xi Jinping, yang diperkirakan akan memblokir setiap kesepakatan penjualan yang dibuat oleh AS.
Selain itu, ada keraguan apakah TikTok dapat memenuhi tenggat waktu penjualan enam bulan yang ditetapkan.
Menurut Lee Edwards, mantan mitra merger dan akuisisi di firma hukum Shearman & Sterling, “Jumlah hambatan dalam transaksi ini sangat ekstrem. Untuk menyelesaikan kesepakatan sebesar dan sekompleks ini hanya dalam waktu setengah tahun, termasuk meloloskan tinjauan peraturan apa pun yang mungkin diperlukan di negara-negara di seluruh dunia, akan menjadi hal yang sangat cepat dan agresif.”
Baca juga: 10 Rekomendasi Laptop Terbaik untuk Freelancer, Pekerja Kantor, dan Anak Startup 2024
Calon pembeli TikTok Sudah Antre
Salah satu masalah lain yang dapat muncul adalah harga jual TikTok yang sangat tinggi, sehingga membatasi jumlah calon pembeli yang berminat.
Selain faktor harga yang mahal, pihak yang resmi mengakuisisi TikTok juga harus siap menghadapi pengawasan ketat terkait isu antimonopoli, baik di Amerika Serikat maupun negara-negara lain di dunia.
David Locala, mantan kepala merger dan akuisisi teknologi global di Citi, mengungkapkan bahwa daftar calon penawar di AS cukup terbatas.
Baca juga: Tiktok Comeback via Tokopedia (GOTO), Akankah Strategi Bakar Uang Menyala Lagi?
Locala menjelaskan, “Regulator AS mungkin harus mengambil tindakan, apakah mereka ingin kepemilikan TikTok di AS, atau apakah mereka ingin satu atau lebih perusahaan teknologi besar menjadi lebih besar?”
Meskipun demikian, mengingat potensi besar yang dimiliki TikTok, banyak pihak yang bersedia dan mau antre untuk mengakuisisi aplikasi populer tersebut.
Mantan Menteri Keuangan Steven Mnuchin telah menyatakan bahwa dia sedang mengumpulkan sekelompok investor yang tertarik untuk membeli TikTok.
Selain itu, Bobby Kotick, mantan kepala raksasa video game Activision Blizzard, dan Kevin O’Leary, investor Kanada dari acara TV “Shark Tank,” juga telah menyatakan minat mereka pada kesepakatan TikTok. Namun, kemampuan finansial mereka untuk melakukan akuisisi secara serius diragukan, dan upaya mengumpulkan dana sebagai bagian dari konsorsium investasi dapat menimbulkan masalah baru.
David Locala mengomentari, “Dengan konsorsium, Anda tidak akan pernah tahu apakah seseorang benar-benar terlibat atau tidak sampai hal tersebut berakhir. Semakin banyak pihak yang Anda perkenalkan, semakin sulit untuk mencapai kemajuan.”
Baca juga: Startup PropTech Indonesia Rukita Raih Pendanaan Seri B1 Sebesar $15 Juta