AnakStartup.id – Industri perabotan atau mebel telah menjadi salah satu penyumbang besar emisi gas karbon dioksida (CO2). Fakta menunjukkan bahwa busa polyurethane, yang umumnya digunakan pada sofa, kursi, dan perabot lainnya dan berasal dari petrokimia, menyumbang sekitar 105 juta metrik ton emisi CO2 setiap tahunnya.
Namun, ada kabar baik. Celine Sandberg, yang sangat prihatin dengan situasi ini, telah menjalankan serangkaian eksperimen untuk menciptakan busa furnitur yang lebih ramah lingkungan.
Ia kemudian mendirikan perusahaan startup yang diberi nama Agoprene, yang fokus pada pengembangan busa furnitur berkelanjutan.
Yang menarik, Sandberg dan timnya memutuskan untuk menggunakan rumput laut sebagai bahan pengganti yang ramah lingkungan.
“Dalam dunia industri mebel, kita semua tahu bahwa busa memiliki dampak negatif pada lingkungan, namun hingga saat ini, belum ada alternatif yang memadai. Saya ingin menyediakan solusi yang lebih berkelanjutan daripada apa yang kita miliki saat ini, tanpa harus mengandalkan petrokimia,” ujar Sandberg.
Petrokimia adalah istilah untuk bahan kimia yang dihasilkan dari bahan bakar fosil.
Sandberg dan timnya, yang termasuk seorang ahli kimia riset bernama Asanga De Alwis, memulai eksperimen mereka di sebuah dapur kecil di Trondheim, Norwegia.
Baca juga: Dicari! Startup Awal Lokal yang Mau Disuntik Dana
Mereka mencampur berbagai jenis bahan berbasis rumput laut dengan urutan yang tepat, menuangkan campuran tersebut ke dalam cetakan, dan kemudian memanaskannya hingga mencapai suhu 50 derajat Celsius.
Proses ini bisa diibaratkan seperti memanggang kue, meskipun berbeda dengan memanggang kue biasa, busa harus menghabiskan waktu sekitar 10 jam di dalam oven, tergantung pada ketebalan bahan.
Sandberg menjelaskan, “Kami menghadapi banyak kegagalan dalam perjalanan ini. Bahkan kami harus membuat sekitar 800 sampel busa sebelum kami berhasil menemukan formula yang tepat,” seperti yang dilansir oleh The Wired pada Rabu (4/10/2023).
Pada awalnya, Sandberg membangun bisnisnya tanpa mencari modal dari investor atau pihak eksternal. Dengan anggaran yang terbatas, yakni 1 juta kroner Norwegia (sekitar Rp 1,4 miliar) dari Dewan Riset Norwegia, ia mencari peralatan bekas dan berhubungan dengan pemasok untuk meminta sampel biomassa tanpa biaya.
Baca juga: Berawal Jadi Influencer, Kini Sosok Ini Kaya dari Saham
“Dalam perjalanan ini, saya harus bekerja tanpa mendapatkan gaji selama delapan bulan, kembali tinggal di rumah orang tua, dan bahkan meminta mereka membantu membayar tagihan telepon setiap bulan karena saya tidak memiliki cukup uang. Namun, saya selalu yakin bahwa suatu hari semua usaha ini akan membuahkan hasil,” ujar Sandberg dengan yakin.
Pada tahun 2023, Agoprene berhasil meraih prestasi penting dengan terpilih sebagai bagian dari program akselerasi Venture Lab yang diselenggarakan oleh BioInnovation Institute.
Program ini memberikan dukungan berupa pinjaman konversi senilai 525 ribu dolar AS kepada perusahaan rintisan tahap awal, sambil memberikan akses kepada fasilitas laboratorium dan kantor di Kopenhagen, yang dikelola oleh yayasan tersebut.
Inisiatif ini memberikan peluang besar bagi Celine Sandberg untuk melakukan uji coba produksi 500 bantal busa, serta menilai apakah metodenya saat ini bisa diadaptasi ke skala yang lebih besar.
“Dengan berjalannya proses ini secara mulus, saya optimis bahwa kami akan bisa memasuki pasar pada akhir tahun 2023,” ungkapnya dengan semangat.
Baca juga: Tiga Startup Pemenang Raih Pendanaan Ratusan Juta di Nexspace 2023
Sekarang, Sandberg tengah fokus pada pengembangan busa untuk furnitur, tetapi ia juga terbuka untuk menjajaki berbagai aplikasi baru.
Contohnya, Agoprene telah mendapatkan permintaan dari berbagai sektor, termasuk produsen ski, perusahaan akustik, bahkan pembuat sepatu, yang semuanya mencari solusi busa berkelanjutan.
Meskipun permintaan terus meningkat, sektor industri ini diproyeksikan akan bernilai mencapai 118,9 miliar dolar AS pada tahun 2026.
Meski begitu, Sandberg tidak bertujuan untuk mendominasi industri ini. Sebaliknya, ia bermimpi untuk melihat lebih banyak perusahaan rintisan yang terlibat dalam upaya menciptakan alternatif berkelanjutan yang tidak mengandalkan petrokimia.
“Di Skandinavia, kita tidak melihat banyak orang yang bekerja dengan bahan berbasis bio, karena tantangannya sangat besar. Harapan saya adalah Agoprene dapat menjadi pionir dalam membentuk komunitas yang menginspirasi orang lain untuk bersama-sama mengatasi permasalahan lingkungan ini. Saya ingin melihat lebih banyak orang melakukan apa yang kami lakukan,” tuturnya dengan harapan besar.