AnakStartup.id, Jakarta – Baterai lithium-ion telah menjadi komponen utama dalam perkembangan teknologi elektrifikasi yang kian meluas. Namun, kendala utama dalam penggunaan baterai ini adalah harga yang mahal dan proses ekstraksi yang memakan waktu serta sumber daya tenaga kerja yang besar. Selain itu, proses ekstraksi ini juga memiliki dampak negatif pada lingkungan, yang merugikan upaya pelestarian alam.
Tantangan serupa juga dihadapi dalam penggunaan bahan lain seperti nikel, kobalt, dan grafit dalam pembuatan baterai.
Meskipun beberapa perusahaan rintisan telah berupaya mengganti bahan-bahan tersebut dengan alternatif yang lebih efisien dan ramah lingkungan, penggunaan lithium masih tetap dominan dalam industri baterai.
Baca juga: Dicari! Startup Awal Lokal yang Mau Disuntik Dana
Namun, muncul sebuah inovasi menarik dari perusahaan rintisan asal Singapura yang bernama Flint. Mereka mengklaim telah menemukan solusi untuk menggantikan lithium dengan kertas sebagai bahan baku baterai.
“Konsep baterai kertas merupakan terobosan yang sangat baru, dan saat ini hanya sedikit lembaga yang sedang menjalankan penelitian teknologi ini. Kami berusaha untuk mengubah bahan dasarnya dengan cara yang berbeda. Sebagai pengganti lithium, nikel, dan kobalt, kami menggunakan zin, mangan, dan selulosa kertas”, kata Co-founder Flint, Carlo Charles seperti dilansir Tech Crunch, Jumat (22/9/2023).
Inovasi seperti ini menunjukkan bahwa dunia baterai dan teknologi elektrifikasi terus berkembang menuju solusi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Dengan adanya upaya seperti ini, kita mungkin akan melihat perubahan signifikan dalam industri baterai yang akan memberikan dampak positif pada lingkungan dan ketersediaan sumber daya alam.
Baca juga: 7 Tools Online Berbasis AI Buat Kerjamu Makin Canggih dan Cepat
Flint, Produsen Baterai Kertas Ramah Lingkungan, Siap Mengubah Industri
Pada tahun 2022, Flint memulai produksi baterai kertas yang revolusioner. Namun, mereka telah memiliki prototipe sebelumnya yang mengalami hasil positif dalam uji coba awal.
Kini, Flint berkeinginan untuk berkolaborasi dengan mitra yang dapat membantu mereka menguji baterai kertas ini pada produk konsumen.
Lantas, bagaimana konsep baterai kertas ini bekerja? Untuk memahaminya, mari kita kenali lebih dulu bagaimana baterai lithium-ion konvensional bekerja.
Baterai ini terdiri dari empat komponen utama: anoda (elektroda negatif), katoda (elektroda positif), separator, dan elektrolit. Elektrolit, yang berbentuk cair, berada di tengah dan berfungsi sebagai pengantar ion antara elektroda saat proses pengisian dan pengosongan.
Baterai yang dikembangkan oleh Flint, di sisi lain, hanya menggunakan tiga komponen, yaitu anoda berbasis zinc, katoda berbasis mangan, dan separator kertas. Flint melapisi kertas selulosa, anoda, dan katoda dengan hidrogel sebelum mengeringkannya dalam oven vakum. Proses ini menciptakan kertas selulosa yang diperkuat dengan hidrogel.
Dapatkan kaos: Kaos Anak Startup, Kaos CEO/STAFF/MENTOR, Kaosnya Perintis Bukan Pewaris
Hidrogel adalah jenis polimer yang berfungsi sebagai bahan peka terhadap perubahan lingkungan, seperti suhu, pH, garam, atau air. Hidrogel juga merupakan kunci keberhasilan Flint karena memungkinkan transfer elektron antara anoda dan katoda tanpa perlu menggunakan separator dan elektrolit.
Penemuan ini terbukti sangat efektif, sehingga meskipun komposisi kimia baterai berubah, struktur dan proses pembuatannya tetap sama. Dengan kata lain, baterai buatan Flint suatu hari nanti dapat digunakan bersamaan dengan baterai lithium yang sudah ada saat ini.
Carlo Charles, salah satu pendiri Flint, menjelaskan, “Kami dapat memanfaatkan teknologi yang telah ada, mencampurkannya dengan inovasi kami, dan dengan mudah memasukkan baterai kertas ke dalam lini produksi yang ada.”
Dia juga menyoroti fakta bahwa alternatif lain seperti baterai hidrogen atau natrium memerlukan perubahan signifikan dalam metode produksi mereka.
“Keunggulan kami adalah memberikan kemudahan bagi produsen dan pemasok untuk beralih dari baterai lithium konvensional ke baterai kertas kami,” tambahnya.
Baca juga: HUB.ID Summit X Nexticorn 2023 Menarik Ratusan Investor Global ke Indonesia
Charles menjelaskan alasan pemilihan zinc dan mangan oleh Flint sebagai bahan dasar baterai mereka, daripada lithium, kobalt, dan nikel yang umum digunakan.
Menurutnya, zinc dan mangan lebih melimpah, menjadikannya solusi yang sesuai dengan semangat keberlanjutan dalam industri baterai. Selain itu, zinc dan mangan dianggap lebih aman daripada bahan-bahan konvensional yang sering digunakan dalam baterai, yang cenderung bersifat reaktif.
Selain itu, baterai kertas Flint memiliki kemampuan operasional yang lebih luas, dapat bekerja pada suhu mulai dari -15 derajat Celsius hingga 80 derajat Celsius.
Hal ini membuka peluang besar dalam pengembangan produk yang dapat berfungsi dalam berbagai kondisi lingkungan. Sementara itu, baterai konvensional hanya efektif dalam rentang suhu antara 15 derajat Celsius hingga 35 derajat Celsius.
Baterai kertas Flint juga dikenal lebih efisien dalam hal biaya dan keamanan, dan sudah memenuhi standar voltase dan arus baterai lithium. Namun, Flint masih harus bekerja keras untuk meningkatkan kapasitas volumetrik baterainya agar sejajar dengan baterai lithium konvensional.
Meski begitu, inovasi ini menjanjikan potensi besar untuk mengubah paradigma industri baterai dan memberikan kontribusi positif dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.
Baca juga: Wow, 11 Startup Indonesia ini Masuk Daftar Perusahaan Asia Paling Menjanjikan